Rabu, 03 Agustus 2016

SYARAT BERBUAT MAKSIAT

Gambar: www.solusiislam.com 
ASALKAN benar-benar memenuhi persyaratan seperti yang pernah dikemukakan Ibrahim bin Adham, salah seorang ulama sufi,  kepada seorang pemuda, kita bisa berbuat kemaksiatan sesuka hati. Kapanpun dan dimanapun kita boleh melakukannya.
Awal kisah, seorang pemuda memohon kepada Ibrahim bin Adham. “Izinkan aku berbuat maksiat sesuka hati, dan jangan kau cegah atau kau bahas dalam pengajian-pengajianmu!”
“Oh, ya jangan khawatir! Sebenarnya kamu, dan siapapun boleh berbuat maksiat sesuka hati, asal memenuhi lima persyaratan, yakni pertama kamu jangan tinggal di bumi milik Allah dan kedua kamu jangan memakan rezeki yang diberikan-Nya kepadamu.” Jawab Ibrahim bin Adham.
Mendengar jawaban tersebut sang pemuda terhentak. “Kalau syaratnya seperti ini siapapun tak akan sanggup melakukannya. Bukankan bumi dan rezeki yang aku makan, aku pakai, dan aku nikmati ini semuanya milik Allah?” Jawab Sang Pemuda.
“Kalau kamu  tak sanggup dengan dua syarat tersebut, cobalah syarat yang ketiga, lakukan kemaksiatan olehmu di tempat yang tidak dilihat Allah.” Lanjut Ibrahim bin Adham.
“Ah, tidak akan ada satu tempat pun yang luput dari pengawasan-Nya. Bukankah Dia Mahamelihat? Syarat ini pun aku tak sanggup memenuhinya” Jawab Sang Pemuda.
“Kalau kamu masih tak sanggup dengan ketiga syarat tersebut, cobalah dua syarat yang terakhir! Siapa tahu kamu akan mampu melakukannya. Dua syarat tersebut adalah ketika kamu sedang melakukan kemaksiatan, kemudian malaikat Izrail datang menjemputmu, kamu harus berani menolaknya. “Jangan kau cabut nyawaku! Orang lain saja yang kau cabut nyawanya. Aku masih ingin hidup!” Syarat terakhir, jika nanti di hari pembalasan, malaikat Jabaniyah menggiringmu masuk neraka, kamu harus mempersiapkan segala kekuatan untuk melawannya agar kamu bisa lari, dan kamu tidak jadi masuk neraka!” Jawab Ibrahim bin Adham.
Mendengar semua persyaratan tersebut, tak sepatah katapun keluar dari mulut Sang Pemuda, hanya tetesan air mata menjadi jawabannya. Baru kemudian ia berkata, “Wahai Abu Ishaq (panggilan kepada Ibrahim bin Adham)! Sudah lama aku ingin bertaubat, jawabanmu sangat bijak dan masuk akal. Bimbinglah aku kembali ke jalan-Nya. Jangan biarkan aku bergelimang dalam kemaksiatan!” Pinta Sang Pemuda.
Seandainya diri kita sendiri adalah Sang Pemuda itu, mampukah kita memenuhi persyaratan seperti yang dikemukakan Ibrahim bin Adham? Jika tidak, apakah sampai pada saat ini ada perasaan malu kepada Allah, sedih, dan menyesal atas perbuatan maksiat yang pernah kita lakukan?
Bulan Ramadhan merupakan saat yang tepat untuk melakukan muhasabah, meneliti perbuatan kita, minimal perbuatan kita selama satu bulan ini. Jika banyak kebaikan yang kita lakukan, besar harapan kita Allah menerimanya. Jika sebaliknya, malah banyak keburukan dan kemaksiatan yang kita lakukan, Allah Mahapengampun, pintu taubat masih terbuka untuk kembali ke jalan-Nya.
Ibadah puasa Ramadan erat kaitannya dengan peningkatan ketakwaan. Dari sekian banyak kriteria orang bertakwa adalah malu, menyesal, dan bersedih atas perbuatan maksiat yang pernah dilakukan.

“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (Q. Surat Ali Imran : 135).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar